1⃣ bunda Dita, Semarang
assalamu'alaikum...
pada keluarga yg ayahnya lbh sering tidak di rumah karena pekerjaan (minimal 200hari di lapangan) shg tidak bs optimal menjalankan poin2 tsb, kira2 poin mana yg bisa digantikan oleh ibu anak2 dan mana poin yg tidak boleh sama sekali digantikan?
terima kasih....
Waalaikumsalaam Bunda Dita dan ayah bunda semua
Terkait peran ayah, pada prinsipnya peran-peran tersebut *Tidak Bisa Digantikan*
Hal ini adalah prinsip, dan untuk kita para ayah, kita harus betul-betul memahami ini dan menjadikan ini standar kita. Bahwa tanggung jawab dan peran kita di tengah keluarga itu Tidak Tergantikan.
Ini adalah prinsip. Ini adalah "Aqidah" seorang ayah yang total dengan tanggung jawabnya.
Adapun dalam pelaksanaannya, kita bisa meminta keterlibatan istri untuk menjadi pendukung dan pelanjut peranan kita saat kita sedang tidak di rumah.
Jadi untuk peran sebagai pemimpin keluarga, teladan, guru, pelatih, mentor, dll itu, kita HARUS selalu berperan.
Jika situasi menuntut kita secara berkala harus pergi jauh, pada saat itu, rencana kita, arahan kita, panduan kita untuk keluarga bisa dititipkan pada istri.
Namun sebelum itu, saat kita sedang bersama keluarga, sehari-hari bersama, kita harus memastikan semua peran dan tanggung jawab itu kita lakukan langsung.
Jadi kita harus mengatur bagaimana DEFAULT nya adalah kita bersama keluarga kita, hadir dan berperan di tengah-tengah mereka. Situasi di mana kita harus meninggalkan keluarga karena tugas untuk sementara waktu adalah kondisi sewaktu-waktu saja, bukan defaultnya begitu.
Demikian menurut saya. Monggo kalau ada tanggapan dari Bunda Dita atau dari ayah bunda yang lain ✅
2⃣ Ayah Eri - Bekasi
Bagaimana utk ayah menjalankan peran fatherhood-nya smntara pkerjaannya menuntut ia bekerja jauh dr keluarga (di luar kota/negeri) utk jngka waktu yg ckp panjang, smntra tdk terlalu memungkinkan utk pulang pergi secara intens?
Baik, saya akan langsung tanggapi ya.
Inti pertanyaan dari Ayah Eri ini "bagaimana", artinya ini bersifat teknis.
Sebelum masuk ke teknis, pastikan dulu bahwa standar kita tentang keharusan berperan memimpin dan memelihara keluarga sudah pada standar tertinggi.
Kalau standarnya sudah poll, saya yakin seorang laki-laki akan melakukan apapun untuk sesuatu yang sangat dipentingkannya.
Bahasa gampangnya, kalau sudah betul betul penting dan tidak ada kompromi, seorang laki-laki siap untuk nekat melakukan apapun demi tujuan dan kepentingannya tercapai.
3⃣ Bunda Fajri - Makassar.
Bagaimana menyikapi ayah yang tidak bisa membentuk visi misi hidup untuk keluarga, padahal telah sering didorong oleh istrinya, bagaimana tips mendorong ayah untuk bisa mempunyai semangat untuk menjadi coach/mentor untuk keluarganya, sehingga tidak hanya berlabel "suami" saja. Dan bagaimana seharusnya sikap suami terhadap seorang istri yang cenderung dominan dalam keputusan dalam keluarga, karena sikap dominannya terkadang karena sang ayah cenderung bersikap seolah cuek. Terima kasih
Terima kasih Bunda Fajri untuk pertanyaannya. Ini memang pertanyaan mendasar untuk umumnya ayah di indonesia.
Perlu dipahami bahwa pada tiga atau dua generasi terakhir, laki-laki tumbuh dalam dunia yang menggambarkan mereka sebagai pekerja, bukan sebagai pemimpin keluarga, dan oleh karena itu umumnya kami para lelaki dewasa tidak memiliki konsep tentang keluarga dan tidak memiliki gambaran yang jelas tentang tanggung jawab dan peran kami di dalam keluarga.
Ini seperti bahwa di masyarakat kita ada fase di mana para muslimah berusaha untuk mengembalikan pemahaman bahwa berhijab itu wajib dan merupakan mandat hidup setiap muslimah. Dahulu memang standarnya yang penting wanita itu berpakaian dan berperilaku santun. Namun para muslimah berjuang bersama untuk melengkapi standar kesantunan itu dengan juga memenuhi kewajiban berhijab.
Saat ini dunia para ayah, memang punya PR sendiri. ya ini, kesadaran bahwa menjadi pemimpin keluarga, dan menunaikan kewajiban memelihara, memandu, dan memimpin keluarga adalah keharusan yang tidak bisa ditawar.
Karena itulah saya juga merasa berkewajiban untuk ikut terlibat dalam gerakan penyadaran bagi para ayah.
Jadi yang ingin saya tekankan di awal adalah : ini adalah kewajiban kaum laki-laki, kewajiban para ayah untuk saling mengingatkan.
Terlebih karena pada kenyataannya laki-laki itu cenderung lebih mudah mendengarkan dan mengikuti arahan dari sesama laki-laki, terutama dari mereka yang tampak lebih senior, lebih bijak, lebih berilmu, lebih punya otoritas, atau lebih dihormati.
Saya menyimpulkannya secara sederhana dalam kalimat ini "Tugas istri adalah mendengarkan suaminya, tugas suami adalah mendengarkan orang yang lebih berilmu dari kalangannya".
Maka ada 2 hal yang bisa dilakukan oleh seorang istri untuk membantu suaminya membangun kesadaran dan kesungguhan untuk menjadi ayah yang sejati.
1. Jadilah istri yang sebaik-baiknya. Berikan yang terbaik pada suami dan keluarga. Dengan ini saya yakin Allah akan menjadikan keluarga anda semakin menyenangkan, berkah, dan nyaman. Hal ini kemudian saya yakin akan dirasakan oleh sang suami. Ia merasakan bahwa yang paling mendengarkan, menghormati, dan menyenangkannya adalah istrinya. Tempat yang paling nyaman baginya adalah rumahnya.
Semua kebaikan yang dilakukan istri akan memberikan pengaruh positif pada sang suami, dan akan membangun persepsi yang semakin positif tentang rumah dan keluarga pada pikiran sang suami.
Jadikanlah sang suami sebagai tempat bertanya dan meminta saran dalam apapun. Tempatkan sang suami sebagai "raja" di rumah. Berikan apapun yang bisa diberikan. Pada akhirnya itu semua adalah ibadah, dan Allah pasti akan menghargai semua yang telah diikhtiarkan oleh sang istri.
Berikutnya yang kedua :
Bantu dan mudahkan suami untuk semakin baik dalam beribadah dan berjamaah. Mudahkan suami untuk bisa shalat berjamaah di masjid, berinteraksi dengan orang lain yang lebih berilmu, dan menjadi dekat dengan sumber-sumber ilmu.
Bukan dengan disuruh atau diceramahi "ayo tho Pah, sholat itu mbok ya di masjid. wajib lho!"
Bukan begitu.. senep nanti sang suami
Carilah cara yang halus dan menyenangkan
Misalnya : setiap mendekati waktu sholat, pastikan sudah tersedia baju koko, sarung, atau apapun yang suami butuhkan untuk bisa sholat di masjid.
Kalo weekend, bisa minta diantar ke kajian atau ceramah.
Kalau punya rejeki lebih, bicarakan dengan suami apakah bisa rejeki tersebut digunakan untuk membantu tetangga yang kekurangan, barangkali di lingkungan sekitar ada anak yatim atau keluarga miskin.
Ketika istri bisa menciptakan keseharian yang kondusif, penuh semangat ibadah dan muamalah, Insya Allah suami akan juga bersentuhan dengan sumber sumber ilmu dan kebaikan.
Adapun untuk situasi di mana istri dominan dan suami cuek..
Langkah 1 : sang istri harus bisa menahan diri. Kalau istri bersikap dominan, tentu ini justru menghambat suami untuk sepenuhnya berperan sebagai pemimpin keluarga.
Kalau di rumah banyak masalah yang perlu sentuhan dan arahan sang ayah namun kok kelihatannya sang ayah tidak juga bertindak, tanyakanlah baik-baik. minta saran dan arahan. tetap tenang dan tidak perlu panik.
kalau keburu panik, istri bisa jadi ngga sabaran kan? jadi nggrusa-nggrusu, gelisah, emosional.. ya kalau begitu umumnya para laki-laki memang bakal jadi jengah dan akhirnya jadi cuek..
Jadi, kalau disederhanakan : bantu dan mudahkan sang ayah untuk merasakan bahwa dialah bos dan pemimpin perusahaan ini
Kabar baiknya : umumnya laki-laki paling senang dipercaya dan diandalkan. mereka akan sangat bersemangat di tempat di mana mereka merasa paling dihargai dan dibutuhkan. so, simpel sebenarnya kan ? pastikan sang ayah merasa di rumah dia adalah CEO atau Direktur. Maka dia akan berperilaku sebagai CEO di rumah
Situasi di setiap keluarga tentu tidak sama persis. Namun secara garis besar menurut saya seperti itu ✅
. Pertanyaan bunda Fajri - Makassar,
hampir sama isinya dengan:
- bunda Nesri - Bogor
- bunda Diah - Bogor
>> Bagaimana jika ibu yang lebih concern masalah misi hidup?
*misi hidup dan turunannya, suami tinggal manut (ikut )= istri DOMINAN
Solusinya : Ilmu.
Laki-laki yang menjalani hidup sekedar secara praktis dan pragmatis, hidupnya fokus di kerja kerja kerja saja.. yang dia butuhkan adalah ilmu tentang hidup. ia membutuhkan pencerahan. dan jalan satu-satunya adalah dengan menjadi seorang muslim yang lebih baik.
Supaya suami tergerak mencari ilmu, pastikan istri tidak hanya menunjukkan kebutuhan didukung secara finansial dan praktis saja. istri perlu menempatkan suami sebagai tempat bertanya dan meminta panduan. hargai panduannya seperti apapun yang bisa seorang suami berikan saat ini. seiring waktu saya yakin sang suami merasa ia harus belajar dan mencari ilmu lebih banyak agar ia dapat memberikan arahan dan solusi yang lebih baik untuk pertanyaan pertanyaan istrinya.
Salah satu yang menurut saya akan sangat efektif membantu para ayah menjadi lebih baik adalah : jika para istri semakin membaikkan adab dan penghormatannya pada suami.
Coba kalau kita lihat bagaimana ibu atau nenek kita berkomunikasi dengan ayah atau kakek kita. Kita terlihat ada tata krama dan unggah ungguh yang betul betul dijaga, maka cobalah juga berkomunikasi seperti itu dengan suami anda. jadi tidak seperti obrolan antara teman kuliah, atau sekedar obrolan dua orang manusia yang sama sama dewasa.
4⃣ Pak Khaerudin - Bogor
Mau bertanya Bagaimana langkah seorang ayah menjadi seorang konselor bagi keluarganya?
Agar Ayah bisa menjadi konselor bagi keluarganya, mulailah bergeser dari sekedar menjalani hidup ini di tengah pekerjaan dan kesibukan praktis pragmatis, mulailah memahami dan menjalani hidup ini secara utuh.
Renungkanlah tentang hidup. Tentang Allah dan apa tujuan Allah menghadirkan kita ke dunia, memberikan kita keluarga, dan menghadapkan kita dengan berbagai tantangan kehidupan.
Saat kita para lelaki yang sudah berkeluarga ini mau mulai lebih merenungkan hidup, kita akan mulai merasakan kebutuhan akan ilmu, akan kebijaksanaan dan nasehat dari orang orang yang lebih berilmu.
Jika itu sudah ada dalam diri kita, kita sudah mulai menjalani hidup ini secara utuh, saya yakin di saat yang sama kita semakin siap untuk memberikan arahan dan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang hadir dari istri dan anak-anak kita.
Kita akan juga mulai peduli untuk memahami hidup istri dan anak-anak kita. Kita mau mencari tahu dan berusaha memahami apa sih yang dihadapi oleh istri dan anak-anak kita.
Insya Allah dengan begitu kita mampu berperan sebagai pemandu, pendengar, dan pendamping istri dan anak-anak kita dalam menjalani kehidupan meraka.
0 komentar:
Posting Komentar