Jumat, 10 Juni 2016

DUA IKATAN (Bonding) YANG MENGUATKAN Oleh: Masyhuri Az Zauji

#OrangtuaBerkemampuanKhusus

DUA IKATAN (Bonding) YANG MENGUATKAN
Oleh: Masyhuri Az Zauji

Berawal dari sebuah curhatan...

Tema diskusi kali ini, diantaranya dilatar belakangi sebuah 'alasan' yaitu ketika  saya menerima curhatan dari seorang sahabat tentang ‘masalah’ anaknya di sekolah. Bagi yang bersangkutan dan kita semua semoga ulasan sederhana ini mampu menjadi tambahan motivasi untuk menghadapi dan menyelesaikan segala permasalahan terutama yang dialami oleh anak-anak kita dengan cara yang benar dan jalan keluar semoga terbuka lebar. Aamiin...

Sahabat saya mengeluhkan tentang minimnya pembatasan dan pengawasan oleh pihak sekolah terhadap anak didik di sekolah dalam penggunaan gadget dan fasilitas internet. Di sekolah (SD) tersebut tersedia fasilitas WiFi yang bisa dengan bebas diakses oleh siapapun termasuk para siswa/i SD. Keleluasaan akses internet ini semakin ‘menghawatirkan’ karena pihak sekolah membebaskan anak didik untuk membawa gadget (smartphone) ke sekolah. Beberapa dampak buruk pada diri anak sudah mulai dirasakan/terlihat, akan tetapi sahabat saya ini kurang mendapat ‘dukungan’ baik dari wali murid lain maupun pihak sekolah. Pihak sekolah berdalih hal ini demi kelancaran proses pembelajaran dan sudah mengawasi saat anak berada di dalam kelas, tapi tentu tak bisa mengawasi saat anak sedang berada di luar kelas.

Saya menyarankan bahwa solusi terbaik adalah pindah sekolah. Tetapi pilihan untuk pindah ini sangat tidak memungkinkan sehingga tiada pilihan lain selain tetap ‘bertahan’. Kemudian saya menyarankan agar orangtua memaksimalkan upaya untuk “meminimalkan efek buruk agar tidak meluas dan merembet ke hal2 buruk lainnya”, yaitu dengan mengintensifkan komunikasi dan edukasi. Sering mengajak ngobrol, berbagi cerita sambil menguatkan pemahaman tentang aturan batasan yang telah ditetapkan dalam Islam.

Dua bonding; emotional and spiritual bonding...

Salah satu tugas pengasuhan adalah membuat ikatan emosi yang kuat antara ortu dan anak yang dikenal dengan istilah emotional bonding. Ikatan emosi atau batin ini berpengaruh bagi anak dalam menjalani masa-masa sulit semasa hidup sekalipun tak ada ortu di sisi. Tak selamanya ortu mendampingi hidup anak. Ia harus tumbuh mandiri dengan potensinya. Emotional bonding yang kuat terhadap ortu sebagai pengarah.

Setidaknya ada beberapa masa kehidupan dalam diri anak dimana ia alami krisis : pra sekolah, pra puber, pubertas, pra nikah dan nikah. Di masa-masa tersebutlah ia butuh bimbingan dan arahan. Maka meski tak ada ortu di sisi, nasehat-nasehat dan teladan ortu tetap dijaga selama masih ada ikatan batin. Hal ini lah yang dialami oleh Nabi Yusuf muda saat terpesona dengan kecantikan zulaikha dan diajak berbuat mesum. Ia punya hasrat, hasratnya hampir saja menjerumuskannya seandainya Allah tak berikan ‘pertanda’. Seperti yang terdapat dalam surat Yusuf : 24. Sila dibaca.

‘Pertanda’ yg dimaksud adalah nasehat ayahnya yang tiba-tiba muncul saat ia hampir saja terpedaya oleh nafsunya. Ini kata ibnu katsir. Bayangkan! Nabi yusuf yang terpisah jauh oleh ayahnya, terjaga diri dari bujukan setan. Tak jadi berbuat zina. Tersebab ikatan batin dengan ayahnya. Itu pula yang diharapkan dari anak kita. Jauh terpisah namun menjaga kehormatan keluarga karena nasehat indah ortu yang tertanam dalam jiwa.

Anak yg tak punya emotional bonding maka tak percaya dengan ortunya. Lebih dengar kata temannya sekalipun buruk, sehingga ia akan sangat mudah sekali terbawa arus pergaulan negatif yang menjerumuskan pada kerusakan.

Selain emotional bonding, yang lebih wajib dibangun oleh orangtua adalah Spiritual Bonding yakni keterikatan batin dengan Allah SWT. Ia bukan hanya ‘dikendalikan’ oleh nasihat kedua orangtuanya akan tetapi ia merasa sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh kuasa Allah SWT. Kokohnya dua bonding ini menjadikan seorang anak matang kepribadiannya terjaga dalam kebaikan-kebaikan.

Dalam kasus yang dialami oleh sahabat saya ini sebagaimana diungkap diawal bahasan, penguatan emotional dan spiritual bonding ini menjadi hal yang sangat penting dalam membangun ‘imunitas’ dalam diri anak terhadap berbagai virus-virus lingkungan yang ‘mematikan’. Kebal 100% dari virus tentu juga tidak, akan tetapi dengan “Vaksin Bonding” ini anak akan lebih mudah ‘diakses’ dan dikendalikan.

Ada juga salah satu member OBK yang bertanya terkait maraknya pemberitaan di media massa tentang tindak kekerasan seksual yang terjadi di kalangan anak remaja belakangan ini (seolah ada 'settingan' terkait blow-Up issu ini di media). Sekali lagi, peran maksimal orangtua harus dimaksimalkan. Kualitas kehadiran ayah dan bunda harus betul-betul tidak lagi ASSAL !!!

Bagaimana menciptakan emotional dan spiritual bonding pada anak?
Dua bonding ini bisa dilakukan dalam beberapa langkah strategis, diantaranya sebagai berikut:

1# Pahami sumber utama emotional dan spiritual bonding. Emotional bonding bersumber dari kehangatan komunikasi sejak masa awal pertumbuhan, dan sumber utama spiritual bonding adalah aqidah tauhid pada Allah sang penggenggam alam semesta.

2# Evaluasi cara dan konten komunikasi. Cara berkomunikasi yang perlu dievaluasi adalah dalam hal ‘pelibatan’ emosi, apakah selama ini cenderung terkendali ataukah selalu ‘meledak’ saat masalah pada anak terjadi. Konten dalam komunikasi juga wajib kembali dicermati. Dalam setiap bahasa dan ungkapan yang digunakan apakah lebih banyak mengeksekusi (langsung melayani, gampang menyalahkan atau melemahkan, memberi solusi tanpa diskusi) ataukah lebih banyak bermuatan edukasi dan diskusi serta menguatkan pikiran dan hati (memberi kesempatan anak ‘mengekspresikan’ pemahaman dan pengalamannya sendiri, memberi pemahaman sesuai tahapan/usia perkembangan, menjaga harga diri anak, melatih kesabaran, menanamkan rasa tanggungjawab, mengokohkan rasa percaya diri, dll)

3# Waspadai bahaya ‘benalu-benalu’ tumbuh kembang.
- Jangan biarkan anak: ‘dinasihati’ si pembual dan berhati kejam yang bernama TeleVisi; bergaul dengan gadget dan video games hingga lupa ‘makan’ (makanan jasmani maupun ruhani); mengidolakan para pembangkang; berteman dengan para pecundang.
- Tancapkan doktrin (dengan cara yg baik) tentang kriteria: sarana hiburan yang diperbolehkan, tokoh idola yang mjd panutan, orang baik dalam pertemanan, bahkan sesuatu yang sebaiknya dimakan.
- 'Matikan' TV, perbanyak baca buku ngaji.

Paling tdk ada 10 ‘benalu’ tumbuh kembang yang harus 'diamankan':
1) Tiada  keharmonisan, 2) Lemahnya  keteladanan, 3) Tutur  kata  melemahkan/menyakitkan, 4) Pemanjaan  berlebihan, 5) Interaksi  gadget  tanpa  batasan, 6) dosa  dan  kelalaian  dibiarkan, 7) Pendidikan  agama  telat  diberikan, 8) Kebebasan  pertemanan, 9) Tiada  ngobrol &  meberi penghargaan, 10) Makanan  tidak  halalan thoyyiban.

Sepuluh benalu ini harus dirubah/diganti menjadi tanaman bunga yang menyejukkan pandangan...

4# Mengenalkan anak pada: Allah dan RasulNya, syurga dan neraka. Minimal sekali: anak tahu bahwa Allahlah yang menciptakan, menjaga dan menjamin segala kehidupan, memahami bahwa Rasulullah adalah manusia yang paling mulia dan yang paling mencintai ummatnya termasuk ananda, anak memahami diantara sekian kenikmatan syurga yang akan diterima oleh hamba Allah yang bertaqwa. Untuk anak usia dibawah 10 tahun "lebih banyak" kenalkan syurga dibanding neraka.

5# Mengenalkan kedisiplinan ibadah/ ketaatan pada syariat sejak usia dini. Beberapa kalimat yang kami tanamkan pada anak-anak (putri), diantaranya:
- “Nak, setiap muslimah itu wajib berhijab atau membiarkan tubuhnya digantung di neraka di hari kemudian...”
- “OK adek, karena sekarang usiamu masih 3 tahun, 3 kali sehari shalarnya gak papa. Sambil belajar ya, tapi nanti klo sudah besar seperti abi dan umi gak boleh lagi enggak shalat 5 kali sehari”
- “Kakak, usia kakak sekarang 4 tahun. 6 tahun lagi kan 10 tahun. Rasulullah memerintahkan untuk memukul anak jika 10 thn gak shalat. Tapi abi gak tega mukul kamu kak, jadi dari sekarang kita sama-sama membiasakan ya...”

6# Jangan ada dua raja dalam satu istana. Jalin kekompakan dan kuatkan keteladanan.

7# Harus langsung turun tangan, bukan hanya ‘turun kata’. BERHENTI untuk menyuruh tanpa terlebih dulu mencontohkan. STOP menginstruksi dg intonasi tinggi dari kejauhan, mengalahlah untuk mendekat dan menyentuh langsung pundak ananda, gandeng tangannya untuk meninggalkan keburukan menuju kebaikan dan perbaikan.

Uraian singkat dan sederhana sungguh amatlah tidak ‘layak’ untuk menjawab semua persoalan. Minimal dari sini kita bersama-sama saling menguatkan untuk terus berada di jalan kebenaran dan menyelesaikan permasalahan dengan cara-cara yang benar.

Hanya Allah tempat kembali dan pertanggungjawaban segala urusan...

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mama Belajar Template by Ipietoon Cute Blog Design